Jumat, 26 Maret 2010

Kesaksian tentang Seekor Tikus

(Kesaksian Seekor Tikus)
Sumber : Bu Tonga

Dikarenakan bencana musim dingin berat berturut-turut selama tiga tahun, banyak keluarga yang mengalami kesulitan dan kekurangan persediaan kebutuhan hidup.
Di suatu malam musim dingin, saya terusik bangun oleh bunyi "cit-cit". Begitu kunyalakan lampu, ternyata seekor tikus terkurung dalam guci besar, ia tak mampu panjat keluar. Beras dalam guci sudah hampir habis, tikus datang makan lagi, membuat saya naik pitam. Ku ambil sebuah tongkat, rasanya ingin memukulnya sampai babak belur. Eeh... ketika saya mulai mengayunkan tongkat, sambil berdiri di kedua kaki belakang, kedua kaki depannya melakukan gerakkan mohon ampun. Spontan, hatiku pun terenyuh, ku letakkan tongkat ke dalam guci, ia pun segera panjat keluar lewat tongkat dan bergegas menyembunyikan diri di tengah kegelapan malam. Sebelum pergi, ia mengulang gerakkan tadi dengan kedua kaki depan sebanyak 3 kali ke arah ku, seolah-olah menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya. Sejak saat itu, ia sering kembali ke rumah kami dan menjadi teman main anak-anakku.

Pada suatu malam, cuaca cukup menggerahkan, dengan susah payah saya mulai masuk alam mimpi, mendadak kurasakan sakit di ujung kaki. Ternyata ada bekas gigitan dan ada bercak darah. Bersamaan dengan ini, kudengar suara rintihan putriku, wajahnya juga ada bercak darah, tak jauh darinya sang tikus berpekik keras. Pikiranku menjadi kacau dan naik darah, segera kuraih sapu dan tampar ke arahnya, tetapi berhasil dielak tikus tersebut. Sejenak kemudian, suami dan putraku datang bergabung dan menyerangnya. Mendadak, ia nyelinap lewat lubang dinding keluar rumah, tapi tetap berpekik-pekik di sana, seolah-olah mengejek kami. Saya tambah emosi jadinya, kubanting daun pintu dan kejar keluar. Sekian menit kemudian, ternyata kami sudah amat jauh mengejarnya, liuk-liuk di jalan besar dan gang sempit, akhirnya berhenti di bawah pohon lapangan rumput. Kami pun pasrah. Sang tikus panjat ke atas pohon sambil pandang ke bawah. Kami letih, ia pun lelah.

Tak lama kemudian, terasa bumi bergoncang, bangunan-bangunan mengepulkan asap, ternyata gempa bumi dasyat, perumahan dan perkantoran yang dibangun dengan jerih payah, hancur-lebur dalam sekian detik, suara jeritan dan tangisan membahana di mana-mana. Peristiwa ini dalam sejarah dikenal sebagai gempa bumi Tangshan-Hebei (28-7-1976), berjarak 160 km dari Beijing-China. Karena pusat gempa berada di tengah-tengah kota, sehingga menelan banyak korban.

Menurut pencatatan, sebanyak 227.690 yang meninggal, 164.851 orang yang luka berat dan ringan. Kami sekeluarga amat terima kasih kepada sang tikus, yang dengan sengaja mengigit kami, lalu memancing kami keluar dari rumah menuju lapangan rumput luas. Mari kita menghargai dan menyayangi semua makhluk, sudah lebih dari cukup apa yang dianugerahkan oleh Sang Maha Kuasa kepada kita. Tidak perlu sampai melukai atau menjagal lalu makan daging mereka. Sesungguhnya semuanya bersaudara.

Tempayan yg retak

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan satunya lagi tidak. Tempayan yang utuh selalu dapat membawa air penuh, walaupun melewati perjalanan yang panjang dari mata air ke rumah majikannya. Tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.

Hal ini terjadi setiap hari selama dua tahun. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan utuh
merasa bangga akan prestasinya karena dapat menunaikan tugas dengan sempurna. Di pihak lain, si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidaksempurnaanya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya ia dapat berikan.

Setiap Orang Memiliki kekurangan

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak berkata
kepada si tukang air, “Saya sungguh malu kepada diri saya sendiri dan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya” “mengapa?” tanya si tukang air,”mengapa kamu merasa malu ?””Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa. Adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuat mu rugi.”

Si tukang air merasa kasihan kepada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia menjawab,” Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.” Tuhan sanggup memakai kelemahan kita untuk maksud yang indah.

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali merasa sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor dan kembali tempayan retak itu meminta maaf kepada si tukang air atas kegagalannya. Si tukang air berkata kepada tempayan itu, “Apakah kamu tidak memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu ? tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan lain yang tidak retak itu ?” Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini, aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk dapat menghias meja majikan kita. Tanpa adanya kamu , majikan kita tidak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”

Setiap orang memiliki cacat dan kelemahan sendiri. Kita semua adalah tempayan retak, namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk maksud tertentu. Dimata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma, Jangan takut akan kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan kamu dapat menjadi sarana keindahan Tuhan. Ketahuilah dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

Shi Shang Zhi You Ma Ma Hao ( Ibu Kita Adalah Orang Yang Paling Mulia Di Dunia )

"Shi Sang Chi You Mama Hau"


Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai.
Sang pria berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di kota tersebut. Sedangkan sang wanita adalah seorang yatim piatu, hidup serba kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah yang membuat sang pria jatuh hati.

Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya menikah, dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka duga, orang tua sang pria tidak menyukai wanita tsb. Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang wanita tsb akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang pria berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan keputusannya, apapun resikonya bagi dia.

Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan wanita tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan orangtuanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya (di zaman dulu,umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang tuanya).

Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang tuanya agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga stress karena gagal membujuk anak satu-satunya, agar berpisah dengan wanita tsb, yang menurut mereka akan sangat merugikan masa depannya.

Sang pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh orang tua sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar.

Sebagai gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak mereka satu-satunya. Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar, perkawinan mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya akan tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang akan diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut secara perlahan2.

Mereka bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan agar wanita tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk membiayai hidupnya di tempat lain.

Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota ini, tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia mencintai sang pria, bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan akan sangat sulit?.

Ibu sang pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk
meninggalkan sepucuk surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah dengan sang pria. Ibu sang pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau meneruskan usaha orang tuanya. "Walaupun ia kelak bukan suamimu, bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini adalah untuk kebaikan kalian berdua", kata sang ibu.

Dengan berat hati, sang wanita menulis surat. Ia
menjelaskan bahwa ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa keberadaannya hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena telah melanggar janji setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi penolakan2 akibat perbedaan status sosial mereka. Ia tidak kuat lagi menahan penderitaan ini, dan memutuskan untuk berpisah. Tetesan air mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut.

Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera meninggalkan kota itu, sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil. Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.

==========0000000000==============

Tiga tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam, untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan menyulam sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan semua pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya. Walaupun ia cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak
memungkinkan, karena ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya?

Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama
ini, dan itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya juga meminjam ke sana-sini, kepada siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman.

Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup ramuan, untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2 herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi untuk membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena ia telah berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.

Ketika di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak permintaannya, untuk bayar di akhir bulan saat gajian.

Diantara tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari
alkohol yang ada di rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotongkain. Setelah pisau dapur dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia mengikat mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan. Sang ibu tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat?..

Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan
kesakitan sang ibu tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri. Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang dilakukan oleh sang ibu???.

==========0000000000==============

Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di hari minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, dan bersama2 menyanyikan lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau" (terjemahannya "Di Dunia ini, hanya ibu seorang yang baik").

Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai penjaga toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari2 mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang memaksa ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu ibunya masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk sekolahnya. Ia memang seorang anak yang cerdas.

Ia juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini. Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.

Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari
rumahnya. Ia meminta kepada kakek pemilik toko agar menyimpanjam tangan tsb, karena ia akan membelinya bulan depan. "Apakah kamu punya uang?" tanya sang pemilik toko. "Tidak sekarang, nanti saya akan punya", kata sang anak dengan serius.

Ternyata, bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam tangan tsb. Sang kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2. Ketika menyerahkan uangnya, sang kakek bertanya "Dari mana kamu mendapatkan uang itu? Bukan mencuri kan?". "Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini adalah hari ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah. Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke rumah, uang jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku sakit, tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini. Ia akan marah" kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tsb.Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak segera memberikan ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tsb. Sang ibu terkejut bercampur haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang adalah impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.

"Apakah kamu mencuri, Nak?" Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah mencuri. "Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri. Bukankah ibu sudah mengajari kamu tentang hal ini?" kata sang ibu.

Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya, ia harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak menangis, sedangkan air mata sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, karena ia sedang memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi kebaikan anaknya.

Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah tsb heran, dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya. "Ia sebenarnya anak yang baik", kata salah satu tetangganya. Kebetulan sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangganya yang merupakan familinya.

Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko, memohon
agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya. "Nak, ketahuilah, anak yang baik tidak boleh
berbohong, dan tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari ibunya". Sang anak mengikuti nasehat kakek itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi di tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun ibunya. Ia juga menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya pulang ke rumah dan tidak jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk mengumpulkan uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.

Tampak sang kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan hal tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu?."Maafkan saya, Nak." "Tidak Bu, saya yang bersalah"Huh?..


===========000=================

Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah
menikah, tetapi istrinya mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini, karena tidak akan ada yang mewarisi usaha mereka kelak.

Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota, dalam
sebuah kesempatan, mereka bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru menyadari bahwa sebenarnya ia sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua biaya hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan baik tanpa bantuanmu.

Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.

===========000==================

Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter mengatakan bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten. Kalau kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya.

Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan
sebelumnya. Tetapi biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya.

Sang ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan
solusi yang tepat. Satu2nya jalan keluar adalah menyerahkan
anaknya kepada sang ayah, karena sang ayahlah yang mampu membiayai perawatannya.

Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak
anaknya
> berkeliling kota, bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau", lagu kesayangan mereka. Untuk sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam kegembiraan bersama sang anak.

Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada
sang anak.Sang anak menolak untuk tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin dengan ibu. "Tetapi ibu tidak mampu membiayai perawatan kamu, Nak" kata ibu. "Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak uang untuk biaya perawatan saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu", kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat.

Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak meronta2 ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan sang anak, yang tidak pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang anak menolak. "Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu", teriak sang anak dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata "Nak, kamu harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenek akan bermain bersamamu." "Tidak, aku tidak mau mereka. Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu sekarang tidak mau saya lagi", sang anak mulai menangis.

Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah
besar tsb tidak didengarkan anak kecil tsb. Sang anak menangis tersedu2 "Kalau ibu sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu". Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa dengan mengatakan "Benar, ibu tidak sayang kamu lagi. Tinggallah disini", ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.

Di rumah, sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk anaknya, tetapi mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah kehilangan satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta.

Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong urat nadinya. Tetapi saat akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya mungkin tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh diri itu dibatalkan, demi anaknya juga??..

============000=========

Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan kerja yang lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan. Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun dapat ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya. Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan waktu beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan memberikan semuanya untuk ibu. Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong. Tetangga mengatakan ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi. Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb, menangis "Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi." Sementara itu, keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan semuanya sudah pulang. Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada kabar. Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut. Polisi pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang. Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya. Anaknya mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik mobil menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang tahun, setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu tidak mampu menahan tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam surat itu. Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu membakar dupa, berlutut di hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia memohon agar bisa menemukan anaknya. Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah pergi ke sebuah kuil Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila kamu memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas asih. Dewi Kuan Im pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar bisa bertemu dengan dirinya.

Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya untuk dilarikan ke rumah sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang ibu terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah?Huh?..

============000==============

Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku kuliah. Ia sering beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya. Sejak jatuh dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak telah banyak menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil. Siang itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan teman wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak berkomat-kamit. Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar untuk menghampiri pengemis tua itu. Ternyata sang pengemis tua sambil mengacungkan kaleng kosong untuk minta sedekah, ia berucap dengan lemah "Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?" Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera menyanyikan lagu "Shi Sang Ci You Mama Hau" dengan suara perlahan, tak disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya dengan suara lemah. Mereka berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal suara ibunya yang selalu menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis tua itu dan berteriak dengan haru "Ibu? Ini saya ibu". Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya, "Apakah kamu ??..(nama anak itu)?" "Benar bu, saya adalah anak ibu?". Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi bumi???.

Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya menjadi hilang ingatan, tetapi ia setiap hari selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang gila?.

============000=============

Dalam kondisi kritis, Ibu kita akan melakukan apa saja demi kita. Ibu bahkan rela mengorbankan nyawanya?.. Simaklah penggalan doa keputusasaan berikut ini, di saat Ibu masih muda, ataupun disaat Ibu sudah tua :
1. Anakku masih kecil, masa depannya masih panjang. Oh Tuhan,ambillahaku sebagai gantinya.
2. Aku sudah tua, Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.

Diantara orang2 disekeliling Anda, yang Anda kenal, Saudara/I kandung Anda,diantara lebih dari 6 Milyar manusia, siapakah yang rela mengorbankan nyawanya untuk Anda, kapan pun, dimana pun, dengan cara apapun ?

Tidak diragukan lagi
"Ibu kita adalah Orang Yang Paling Mulia di dunia ini"

++++++++++++++++++++++

Bila Anda beruntung (Ibu Anda masih ada di dunia ini), ajaklah ia untuk keluar makan atau jalan2 MALAM INI JUGA. Jangan ditunda2.Bila Ibu Anda tinggal di tempat yang terpisah jauh dengan Anda, telponlah dia malam ini juga, just to say "hello". Catatlah hari ulang tahunnya, rayakan, dan bahagiakanlah dia semampu Anda. Hidangkan makanan favoritnya,dll.


Thanks regards...

THERAPY AJAIB

Kisah nyata ini terjadi di sebuah Rumah Sakit di Tennessee , USA .


Seorang ibu muda, Karen namanya sedang mengandung bayinya yang ke dua. Sebagaimana layaknya para ibu, Karen membantu Michael, anaknya pertama yang baru berusia 3 tahun bagi kehadiran adik bayinya. Michael senang sekali akan punya adik. Kerap kali ia menempelkan telinganya diperut ibunya. Dan karena Michael suka bernyanyi, ia pun sering menyanyi bagi adiknya yang masih diperut ibunya. Michael amat sayang sama adiknya yang belum lahir itu.


Tiba saatnya bagi Karen untuk melahirkan. Tapi sungguh diluar dugaan, terjadi komplikasi serius. Baru setelah perjuangan berjam-jam adik Michael dilahirkan. Seorang bayi putri yang cantik, sayang kondisinya begitu buruk sehingga dokter yang merawat dengan sedih berterus terang kepada Karen; bersiaplah jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi.


Karen dan suaminya berusaha menerima keadaan dengan sabar dan hanya bisa pasrah. Mereka bahkan sudah menyiapkan acara penguburan buat putrinya bila sewaktu-waktu harus merelakan kepergiannya. Lain halnya dengan kakaknya Michael, sejak adiknya dirawat di ICU ia merengek terus!


"Mami, ... aku mau nyanyi buat adik kecil! "

Ibunya kurang tanggap.


"Mami, ... aku pengen nyanyi!"

Karen terlalu larut dalam kesedihan dan kekuatirannya.


"Mami, ... aku kepengen nyanyi!"

Ini berulang kali diminta


Michael bahkan sambil meraung menangis. Karen tetap menganggap rengekan Michael adalah rengekan anak kecil. Lagi pula ICU adalah daerah terlarang bagi anak-anak.


Baru ketika harapan menipis, sang ibu mau mendengarkan Michael. Baik, setidaknya biar Michael melihat adiknya untuk yang terakhir kalinya!


Ia dicegat oleh suster di depan pintu kamar ICU. Anak kecil dilarang masuk!. Karen ragu-ragu. Tapi, suster tak mau tahu; ini peraturan! Anak kecil dilarang dibawa masuk!


Karen menatap tajam suster itu, lalu berkata :" Suster, sebelum menyanyi buat adiknya, Michael tidak akan kubawa pergi! Mungkin ini yang terakhir kalinya bagi Michael melihat adiknya!"

Suster terdiam menatap Michael dan berkata, "tapi tidak boleh lebih dari lima menit!"


Demikianlah kemudian Michael dibungkus dengan pakaian khusus lalu dibawa masuk ke ruang ICU. Ia didekatkan pada adiknya yang sedang tergolek dalam sakratul maut.


Michael menatap lekat adiknya ... lalu dari mulutnya yang mungil keluarlah suara nyanyian yang nyaring


"... You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are grey ..."

Ajaib! si Adik langsung memberi respon. Seolah ia sadar akan sapaan sayang dari kakaknya.


"You never know, dear, How much I love you. Please don't take my sunshine away."

Denyut nadinya menjadi lebih teratur.


Karen dengan haru melihat dan menatapnya dengan tajam dan terus, "... terus Michael! teruskan sayang!" bisik ibunya ...


"The other night, dear, as I laid sleeping, I dream, I held you in my hands ..."

dan sang adikpun meregang, seolah menghela napas panjang. Pernapasannya lalu menjadi teratur.


"... I'll always love you and make you happy, if you will only stay the same ..."

Sang adik kelihatan begitu tenang ... sangat tenang.


"Lagi sayang!" bujuk ibunya sambil mencucurkan air matanya. Michael terus bernyanyi dan ... adiknya kelihatan semakin tenang, relax dan damai ... lalu tertidur lelap.


Suster yang tadinya melarang untuk masuk, kini ikut terisak-isak menyaksikan apa yang telah terjadi atas diri adik Michael dan kejadian yang baru saja ia saksikan sendiri.


Hari berikutnya, si adik bayi sudah diperbolehkan pulang. Para tenaga medis tak habis pikir atas kejadian yang menimpa pasien yang satu ini. Mereka hanya bisa menyebutnya sebagai sebuah therapy ajaib.


Kalau mau lihat fotonya Marlee (adik si Michael), lihat di sini:
http://www.truthorf iction.com/ rumors/b/ brotherssong. htm


Sekarang dia sudah berusia 17 tahun.


Source : Milis Dharmajala (Yahoo group)

Rumput Tetangga Tidak Selalu Lebih Hijau

Suatu ketika seorang hartawan kaya meninggal dunia dengan sebelumnya telah menuliskan terlebih dahulu pembagian harta untuk kedua putranya. Istrinya sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya.


Sepanjang hidup, si hartawan mengumpulkan hartanya satu per satu, sedikit demi sedikit, ia sangat mengenal semua harta miliknya. Oleh karena itu, ia dapat membagi semua hartanya menjadi dua dengan nilai kurang lebih sama. Akan tetapi, karena jenis-jenis harta itu tidak persisi sama yang diterima oleh masing-masihng anaknya, maka keduanya dengan penuh iri menganggap bahwa anak yang lain mendapatkan warisan lebih banyak dibanding dirinya.


Setelah upacara penguburan yang meriah, kedua putra tersebut segera saling rebut dan bersikeras bahwa orang tuanya telah bertindak tidak adil, karena anak yang lain mendapatkan harta warisan yang lebih banyak dari dirinya.


Karena keributan yang tak kunjung selesai dan bahkan makin memuncak, orang-orang sekitar
mengusulkan keduanya untuk membawa masalah mereka ke pengadilan, berharap bisa memenangkan pengadilan karena merasa dirinyalah yang paling benar, dimana warisan saudaranya lebih banyak dari yang dimiliki. Kedua putra yang seakan melupakan bahwa mereka bersaudara dan datang dari kedua orang tua yang sama, akhirnya sepakat untuk mencari penyelesaian melalui jalur hukum.


Di pengadilan, sang Hakim yang dikenal sangat pandai dalam menangani kasus-kasus rumit, dengan sabar dan hati-hati mendengarkan keterangan dari kedua orang putra kaya-kaya tersebut secara bergantian.


Dengan cerdik, sang Hakim setelah berpikir sejenak kemudian berkata kepada mereka, “Tulislah semua harta kekayaan yang dikatakan oleh orang tuamu telah diwariskan untuk kalian masing-masing. Jangan sampai ada yang ketinggalan karena harta yang ternyata tidak tercantum dalam tulisan tersebut akan menjadi milik umum.” Demikian teliti keduanya dalam melakukan inventarisasi dan menuliskan semuanya dalam daftar masing-masing.


Sang Hakim dengan sabar menunggu sampai keduanya selesai menulis dan kemudian bertanya,”Apakah semuanya sudah lengkap kalian tuliskan?” keduanya mengiyakan.

Hakim tersebut kemudian meminta keduanya untuk saling bertukar daftar dan memeriksa secara teliti daftar dari saudaranya. “Apakah kalian masih merasa bahwa warisan dari saudaramu lebih banyak dari yang kalian terima untuk diri masing-masing?”

Tanpa ragu keduanya menjawab, “Iya, Pak Hakim, orang tua saya memang tidak adil. Harta yang diwariskan kepada saudara saya jauh lebih banyak daripada yang kuperoleh. Kami meminta penyelesaian yang seadil-adilnya.” “Baiklah, karena kalian masing-masing menganggap bahwa daftar harta yang dimiliki oleh saudara kalian jauh lebih banyak dari daftar kalian sendiri, maka silahkan untuk saling menukarkan daftar masing-masing dan harta dalam daftar tersebut sekarang menjadi milik kalian.

Sungguh suatu penyelesaian perkara yang rumit dengan cara yang sangat sederhana akan tetapi pandai dan adil. Sang Hakim mengecoh kedua putra yang tamak dengan keserakahan mereka sendiri.


Renungan singkat :
Seperti pepatah popular yang sudah di modifikasi, “Rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau daripada rumput sendiri.” Setelah pindah ke rumah tetangga dan memiliki rumput tersebut, ternyata tidaklah sehijau rumput sendiri sebelumnya.

Kita sering melihat orang lain lebih baik, lebih enak, lebih bahagia, lebih pandai, lebih menarik dan berbagai “lebih lebih” lainnya. Bisa jadi, sebenarnya malah orang lain yang kita pandang “lebih” tersebut ternyata sebenarnya juga mengangap dirinya kalah disbanding diri kita.

Mulailah untuk bisa menerima keadaan diri sendiri apa adanya, mempertahankan apa-apa yang sudah
baik dan memperbaiki kekurangan yang masih dimiliki. Jadilah orang yang mudah bersyukur. Inilah jalan terbaik dalam menjalani hidup.

Motivasi juga Penentu Nasib

Di zaman dahulu ada seorang Jendral dari negeri Tiongkok kuno yang mendapat
tugas untuk memimpin pasukan melawan musuh yang jumlahnya sepuluh kali lipat
lebih banyak. Mendengar kondisi musuh yang tak seimbang, seluruh prajuritnya
gentar kalau-kalau akan menderita kekalahan.

Dalam perjalanan menuju medan perang, Jendral itu berhenti di sebuah altar
vihara. Ia sembahyang dan berdoa meminta petunjuk para dewa. Sedangkan
prajuritnya menanti di luar vihara dengan harap-harap cemas. Tak lama
kemudian, sang Jendral keluar dari vihara.

Ia berteriak pada seluruh pasukannya, “Kita telah mendapat petunjuk dari
langit.” Lalu ia mengeluarkan koin emas simbol kerajaan dari sakunya. Sambil
mengacungkan koin itu ke udara ia berkata, “Sekarang, kita lihat apa kata
nasib. Mari kita adakan toss. Bila kepala yang muncul, maka kita akan
menang. Tapi bila ekor yang muncul, kita akan kalah. Hidup kita tergantung
pada nasib.”

Jendral lalu melempar koin emas itu ke udara. Koin emas pun berputar-putar
di udara. Lalu jatuh berguling-guling di tanah. Seluruh pasukan mengamati
apa yang muncul. Setelah agak lama menggelinding ke sana-kemari, koin itu
terhenti. Dan yang muncul adalah KEPALA. Kontan seluruh pasukan berteriak
kesenangan. “Hore..! Kita akan menang. Nasib berpihak pada kita, Ayo serbu
dan hancurkan musuh. Kemenangan telah pasti.”

Dengan penuh semangat Jendral dan pasukan itu bergerak menuju medan perang.
Pertempuran berlangsung dengan sengit. Ternyata dengan keyakinan dan tekad
yang membaja akhirnya musuh yang tak terhingga banyaknya dapat dikalahkan.
Jendral dan seluruh pasukannya betul-betul senang. Seorang prajurit berkata,
“Sudah kehendak langit, maka tak ada yang bisa mengubah nasib.”

Sesampai di ibu kota mereka disambut meriah oleh seluruh penduduk. Raja pun
terkagum-kagum mendengar kisah peperangan yang dashyat itu. Beliau bertanya
pada sang Jendral bagaimana ia mampu mengobarkan semangat pasukannya hingga
begitu gagah berani. Sang Jendral kemudian menyerahkan koin emasnya pada
Raja sambil berkata, “Paduka, inilah yang memberikan mereka nasib baik.”

Raja menerima dan mengamati koin emas itu yang ternyata kedua sisinya
bergambar: KEPALA..!

Renungan:
Langit adalah adil, dan tidak ada orang yang dikecualikan. Yang bisa
menolong dirimu adalah dirimu sendiri. (adapted from The Book of ZEN -
Freedom of The Mind” – Tsai Chih Chung)

Perjuangan Pohon Bambu

Pada suatu waktu aku merasa sangat jenuh dan bosan dengan kehidupan ini dan ingin berhenti dari semuanya, berhenti dari pekerjaan, hubungan, spiritual... dan berhenti untuk hidup.

Aku pergi ke tengah hutan dan ingin berbicara untuk yang terakhir kalinya dengan Sang Pencipta.

"Tuhan, mohon berikan saya satu alasan untuk tetap hidup dan berjuang?"

Ternyata jawaban Maha Pencipta yang Agung sangat mengejutkan....

"Lihat di sekelilingmu, apakah kamu melihat tanaman Semak dan pohon Bambu?

"Ya," jawabku.

Yang Maha Pencipta mulai bertutur:

"Saat aku menanam benih Semak dan Bambu, aku memelihara mereka dengan sangat baik dan hati-hati. Aku memberi mereka sinar matahari, menyirami dengan air seadil-adilnya. Tanaman Semak tumbuh dengan sangat cepat. Daun-daunnya yang hijau tumbuh rimbun sampai menutupi tanah disekelilingnya. Sedangkan benih Bambu belum memperlihatkan apapun.

Tetapi aku tidak menyerah dan tetap memelihara mereka dengan baik dan adil. Pada Tahun ke-2, tanaman Semak tumbuh makin subur, rimbun dan makin bertambah banyak. Tetapi, benih Bambu tetap belum memperlihatkan tanda-tanda pertumbuhan.

Pada tahun ke-3, benih Bambu masih sama seperti sebelumnya. Tetapi, tetap Aku tidak menyerah. Begitu juga dengan tahun ke-4 masih sama saja. Aku bertahan untuk tidak menyerah.

Kemudian, pada tahun ke-5, tunas kecil mulai muncul dari benih bambu. Jika dibandingkan dengan tanaman semak, tunas ini sangat kecil dan sepertinya tidak sebanding dengan tanaman semak.

Tetapi 6 bulan kemudian pohon Bambu tumbuh hingga mencapai ketinggian 100 kaki.
Ternyata Bambu menghabiskan waktu 5 tahun untuk menumbuhkan dan menguatkan akarnya. Akar-akar tersebut membuat Bambu menjadi sangat kuat sehingga kokoh menghadapi keadaan alam yang berubah-ubah. Bahkan pohon Bambu sangat berguna untuk kehidupan.

Aku tidak akan memberikan cobaan yang lebih berat dari kemampuannya kepada ciptaanku."

Aku terdiam. Menyimak baik-baik.

"Anakku, apakah kamu sadar, selama ini kamu telah berjuang dan memperkuat akar? Aku tidak menyerah saat menanam benih dan memelihara pohon Bambu, begitu juga denganmu. Jangan membandingkan dirimu dengan yang lain. Bambu mempunyai fungsi yang berbeda dengan Semak, tetapi tetap mereka membuat hutan menjadi indah. Waktumu akan tiba dan kamu akan tumbuh dengan tinggi."

"Tetapi, seberapa tinggi saya harus tumbuh?" tanyaku.

Maha Pencipta menjawab: "Seberapa tinggi pohon Bambu tumbuh?"

"Apakah setinggi kemampuan dan usahanya?" tanyaku lagi

"Benar Anakku. Berusahalah sebaik dan semaksimal mungkin."

Kemudian aku pergi meninggalkan hutan dengan membawa kisah ini. Aku harap kisah ini dapat membantumu melihat bahwa Tuhan tidak pernah menyerah untukmu.



Jangan pernah menyesali setiap hari dalam hidupmu. Hari-hari yang baik memberi kebahagiaan; hari-hari yang buruk memberi pengalaman tak ternilai; keduanya sangat berharga.

Jembatan Maaf

Alkisah ada dua orang kakak-beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka jatuh ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah pertama kalinya mereka bertengkar sedemikian hebat. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatan pertanian dan bahu-membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerja-sama yang akrab itu kini retak. Dimulai dari kesalah-pahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.

Suatu pagi, seseorang mengetuk rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. "Maaf Tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan", kata pria itu dengan ramah. "Barangkali Tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan."

"Oh ya!" jawab sang kakak. "Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku,. ..... ah sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan buldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya. "

Kata tukang kayu, "Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat Tuan merasa senang."

Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku.

Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi. Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.

"Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku", kata sang adik pada kakaknya.

Dua bersaudara itupun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi.

"Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu," pinta sang kakak.

"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini", kata tukang kayu, "tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan."

Bib & Bob - sebuah perenungan... ^__^

By : ( forwarded Email )

Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib,
yang sedang melewati lembah permen lolipop.
Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang beraspal.
Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.
Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop
yang berwarni-warni dengan aneka rasa.
Permen-permen yang terlihat seperti berbaris itu seakan menunggu
tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk
mengambil dan menikmati kelezatan mereka.

Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut.
Ia mempercepat jalannya supaya bisa mengambil
permen lolipop lainnya yang terlihat sangat banyak didepannya.
Bob mengumpulkan sangat banyak permen lollipop yang
ia simpan di dalam tas karungnya.
Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut
tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis
maka ia memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.

Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
Dia melihat gerbang bertuliskan "Selamat Jalan".
Itulah batas akhir lembah permen lolipop.
Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar.
Lelaki itu bertanya kepada Bob,
"Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen lolipop?
Apakah permen-permennya lezat?
Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk?
Itu rasa yang paling disenangi.
Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu juga sangat lezat."
Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi.
Ia merasa sangat lelah dan kehilangan tenaga.
Ia telah berjalan sangat cepat dan membawa begitu banyak
permen lolipop yang terasa berat di dalam tas karungnya.
Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun menjawab
pertanyaan lelaki itu, "Permennya saya lupa makan!"

Tak berapa lama kemudian,
Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
"Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali.
Saya memanggil-manggil kamu tapi
kamu sudah sangat jauh di depan saya."
"Kenapa kamu memanggil saya?" Tanya Bob.
"Saya ingin mengajak kamu duduk dan
makan permen anggur bersama. Rasanya lezat sekali.
Saya juga menikmati pemandangan lembah, Indah sekali!"
Bib bercerita panjang lebar kepada Bob.
"Lalu tadi ada seorang kakek tua yang sangat kelelahan.
Saya temani dia berjalan.
Saya beri dia beberapa permen yang ada di tas saya.
Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal yang lucu.
Kami tertawa bersama." Bib menambahkan.

Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia
lewatkan dari lembah permen lolipop yg sangat indah.
Ia terlalu sibuk mengumpulkan permen-permen itu.
Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan
tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya
karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen
itu ke dalam tas karungnya.

Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop,
Bob menyadari suatu hal dan ia bergumam kepada dirinya sendiri,
"Perjalanan ini bukan tentang berapa
banyak permen yang telah saya kumpulkan.
Tapi tentang bagaimana saya menikmatinya
dengan berbagi dan berbahagia."
Ia pun berkata dalam hati, "Waktu tidak bisa diputar kembali."
Perjalanan di lembah lolipop sudah
berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.

Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja.
Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup.
Kita menjadi Bob di lembah permen lolipop
yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk
menikmatinya dan menjadi bahagia.

Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia?
Jika saya tanyakan pertanyaan tersebut kepada para klien saya,
biasanya mereka menjawab,
"Saya akan bahagia nanti...
nanti pada waktu saya sudah menikah...
nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri...
nanti pada saat suami saya lebih mencintai saya...
nanti pada saat saya telah meraih semua impian saya...
nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar... "

Pemikiran "nanti" itu membuat kita bekerja sangat keras di saat sekarang'.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai
apa yang kita konsepkan tentang masa nanti' bahagia.
Terkadang jika saya renungkan hal tersebut,
ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini
untuk masa ‘nanti' bahagia.
Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi
rasanya tidak pernah sampai di masa ‘nanti' bahagia itu.
Ritme hidup yang sangat cepat...
target-target tinggi yang harus kita capai,
yang anehnya kita sendirilah yang membuat semua target itu...
tetap semuanya itu tidak pernah terasa memuaskan dan membahagiakan.

Uniknya,
pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita;
pada saat kita duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan,
pada saat kita mendengarkan cerita lucu anak-anak kita,
pada saat makan malam bersama keluarga,
pada saat kita duduk berdiam atau
pada saat membagikan beras dalam acara bakti sosial
tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.

Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita
dan menyadari setiap gerak tubuh kita,
berhenti sejenak dan memperhatikan tawa Indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas
maka kita akan menyadari
begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri.
Kita akan merasakan ritme yang berbeda dari
kehidupan yang ternyata jauh lebih damai dan tenang.
Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia dan bersyukur
seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen lolipop.

NB: 不需要擁有,只要享有就好. (Tidak perlu harus memiliki, Yang penting nikmati saja)

semoga bermanfaat, have a nice day^^


Thanks Regards




Hartono
STMIK Buddhi