Jumat, 26 Maret 2010

Rumput Tetangga Tidak Selalu Lebih Hijau

Suatu ketika seorang hartawan kaya meninggal dunia dengan sebelumnya telah menuliskan terlebih dahulu pembagian harta untuk kedua putranya. Istrinya sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya.


Sepanjang hidup, si hartawan mengumpulkan hartanya satu per satu, sedikit demi sedikit, ia sangat mengenal semua harta miliknya. Oleh karena itu, ia dapat membagi semua hartanya menjadi dua dengan nilai kurang lebih sama. Akan tetapi, karena jenis-jenis harta itu tidak persisi sama yang diterima oleh masing-masihng anaknya, maka keduanya dengan penuh iri menganggap bahwa anak yang lain mendapatkan warisan lebih banyak dibanding dirinya.


Setelah upacara penguburan yang meriah, kedua putra tersebut segera saling rebut dan bersikeras bahwa orang tuanya telah bertindak tidak adil, karena anak yang lain mendapatkan harta warisan yang lebih banyak dari dirinya.


Karena keributan yang tak kunjung selesai dan bahkan makin memuncak, orang-orang sekitar
mengusulkan keduanya untuk membawa masalah mereka ke pengadilan, berharap bisa memenangkan pengadilan karena merasa dirinyalah yang paling benar, dimana warisan saudaranya lebih banyak dari yang dimiliki. Kedua putra yang seakan melupakan bahwa mereka bersaudara dan datang dari kedua orang tua yang sama, akhirnya sepakat untuk mencari penyelesaian melalui jalur hukum.


Di pengadilan, sang Hakim yang dikenal sangat pandai dalam menangani kasus-kasus rumit, dengan sabar dan hati-hati mendengarkan keterangan dari kedua orang putra kaya-kaya tersebut secara bergantian.


Dengan cerdik, sang Hakim setelah berpikir sejenak kemudian berkata kepada mereka, “Tulislah semua harta kekayaan yang dikatakan oleh orang tuamu telah diwariskan untuk kalian masing-masing. Jangan sampai ada yang ketinggalan karena harta yang ternyata tidak tercantum dalam tulisan tersebut akan menjadi milik umum.” Demikian teliti keduanya dalam melakukan inventarisasi dan menuliskan semuanya dalam daftar masing-masing.


Sang Hakim dengan sabar menunggu sampai keduanya selesai menulis dan kemudian bertanya,”Apakah semuanya sudah lengkap kalian tuliskan?” keduanya mengiyakan.

Hakim tersebut kemudian meminta keduanya untuk saling bertukar daftar dan memeriksa secara teliti daftar dari saudaranya. “Apakah kalian masih merasa bahwa warisan dari saudaramu lebih banyak dari yang kalian terima untuk diri masing-masing?”

Tanpa ragu keduanya menjawab, “Iya, Pak Hakim, orang tua saya memang tidak adil. Harta yang diwariskan kepada saudara saya jauh lebih banyak daripada yang kuperoleh. Kami meminta penyelesaian yang seadil-adilnya.” “Baiklah, karena kalian masing-masing menganggap bahwa daftar harta yang dimiliki oleh saudara kalian jauh lebih banyak dari daftar kalian sendiri, maka silahkan untuk saling menukarkan daftar masing-masing dan harta dalam daftar tersebut sekarang menjadi milik kalian.

Sungguh suatu penyelesaian perkara yang rumit dengan cara yang sangat sederhana akan tetapi pandai dan adil. Sang Hakim mengecoh kedua putra yang tamak dengan keserakahan mereka sendiri.


Renungan singkat :
Seperti pepatah popular yang sudah di modifikasi, “Rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau daripada rumput sendiri.” Setelah pindah ke rumah tetangga dan memiliki rumput tersebut, ternyata tidaklah sehijau rumput sendiri sebelumnya.

Kita sering melihat orang lain lebih baik, lebih enak, lebih bahagia, lebih pandai, lebih menarik dan berbagai “lebih lebih” lainnya. Bisa jadi, sebenarnya malah orang lain yang kita pandang “lebih” tersebut ternyata sebenarnya juga mengangap dirinya kalah disbanding diri kita.

Mulailah untuk bisa menerima keadaan diri sendiri apa adanya, mempertahankan apa-apa yang sudah
baik dan memperbaiki kekurangan yang masih dimiliki. Jadilah orang yang mudah bersyukur. Inilah jalan terbaik dalam menjalani hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar