Rabu, 24 Juni 2009

RENUNGAN BUAT YANG SIBUK BERKARIR

Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.

"Kok, belum tidur?" sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Imron menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa?"
"Lho, tumben, kok nanya gaji Papa? Mau minta uang lagi, ya?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja."
"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan minggu libur, kadang sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo?"

Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya. "Kalau satu hari Papa dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp 40.000,- dong," katanya.
"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,"perintah Rudi.
Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp.5.000,- nggak?"
"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa! minta uang malam-malam begini? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah. "Tapi Papa..." Kesabaran Rudi habis.
"Papa bilang tidur!" hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju, kamarnya.

Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Imron". Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok'kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih."

"Papa, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.
"Iya, iya, tapi buat apa?" tanya Rudi lembut.
"Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit saja, mama sering bilang kalau waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, ada Rp15.000,-. Tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam aku harus ganti Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,- . Makanya aku mau pinjam dari Papa," kata Imron polos.

Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan
anaknya.

Selasa, 23 Juni 2009

BUNGA MAWAR DAN POHON CEMARA

Konon, ditengah hutan, bunga mawar menertawakan pohon cemara seraya berkata : ” Meskipun Anda tumbuh begitu tegap, tetapi Anda tidak memiliki keharuman sehingga tidak menarik kumbang dan lebah untuk mendekat ”. Pohon cemara diam saja. Demikianlah bunga mawar di mana-mana menyiarkan dan menceritakan tampak buruk pohon cemara, sehingga membuat pohon cemara tersingkir dan menyendiri di tengah hutan.

Ketika musim dingin datang dan turun salju yang lebat, bunga mawar yang sombong sangat sulit mempertahankan kehidupannya. Demikian pula dengan pohon dan bunga-bunga lainnya. Hanya pohon cemara yang masih tegak berdiri di tengah badai dingin yang menerpa bumi. Di tengah malam yang sunyi, salju berbincang-bincang dengan pohon cemara.

Salju berkata : ”Setiap tahun saya datang ke bumi ini, selalu melihat kemakmuran dan keramaian di bumi berupa wajah. Hanya gersang dan sunyi senyap yang menyelimuti bumi. Namun, engkaulah satu-satunya yang dapat melewati ujian saya dan berdiri tegak hingga dapat menahan segala macam tekanan alam. Begitu pula alam kehidupan dan manusia selalu mengalami perubahan.”

Demikian pembicaraan menarik antara pohon cemara dan salju yang terjadi di tengah malam pada musim dingin.

Sedih dan gembira selalu silih berganti, hanya dengan keteguhan jiwa dan pikiran, kebahagiaan itu dapat diraihnya.

Caci maki dan fitnah tidak dapat menjatuhkan orang yang kuat. Ada suatu istilah yaitu “Menengadah ke langit dan membuang ludah” ataupun “Menabur debu dengan angin yang berlawanan”, ini semua mengisahkan kebodohan-kebodohan yang dilakukan seseorang dan pada akhirnya mencelakakan dirinya sendiri.

Menghadapi fitnah dan celaan, hendaknya seseorang berlapang dada bagaikan langit besar yang tak bertepi. Cuaca terang dan berawan selalu silih berganti. Belajar bagaikan cermin yang jernih dapat melihat keadaan sebenarnya.

Bunga mawar hanya merasakan kepuasan dan kecongkakan sejenak, tetapi pohon cemara dapat menghadapi, menerima, dan menahan diri dengan tenang dan sabar. Kita harus belajar dari sifat pohon cemara yang tegar menahan serangan, baik serangan yang bersifat tindakan, ucapan maupun pikiran, dan menjadikan sesuatu yang sejuk, hangat dan damai.

PENGRAJIN EMAS & KUNINGAN

Di sebuah negeri hiduplah 2 orang pengrajin yang tinggal bersebelahan. Mereka adalah pengrajin emas & pengrajin kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan itu. Mereka mendapatkan keahlian itu secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang dihasilkan: cincin, kalung, gelang dan untaian rantai penghias.

Setiap akhir bulan mereka membawa hasil kerja itu ke kota. Hari pasar, demikian mereka menyebut hari itu. Mereka akan menjual barang-barang logam itu dan membeli keperluan selama sebulan. Beruntunglah pekan depan akan ada tetamu agung datang mengunjungi kota dan bermaksud memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini membuat mereka senang. Para pedagang terdorong untuk membuat lebih banyak lagi hasil kerajinannya agar lebih banyak barang yang dijajakan. Tak terkecuali dua orang pengrajin yang menjadi tokoh kita ini.

Siang-malam terdengar logam ditempa. Tungku-tungku api seakan tak pernah padam. Kayu bakar yang tak pernah berhenti membara seperti gambaran semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak pernah dihiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias yang dihasilkan. Hari pasar semakin dekat. Dan, lusa adalah waktu yang tepat untuk berangkat kekota.

Hari pasar telah tiba dan keduanyapun sampai dikota. Hamparan terpal telah digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer berdampingan. Tampaklah barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah saying, ada kontras diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tak berkilau. Ulir-ulirnya kasar. Pokok-pokok simpul rantai tak rapi. Seakan pembuatnya adalah seorang yang tergesa-gesa.

“Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan menanyakan kenapa perhiasannya kawannya itu tampak kusam. ‘ Setiap orang akan memilih daganganku, sebab emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin emas lagi. “Apalah artinya loyang buatanmu dibanding logam mulia buatanku. Aku akan membawa uang lebih banyak darimu.”

Pengrajin kuningan hanya tersenyum. Ketekunannya mengasah logam membuat semua hasil karyanya lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperti lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap dipandang mata.

Ketekunan memang mahal. Hampir semua orang yang lewat tak menaruh perhatian kepada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi kalung dan cincin kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Merekapun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup membuat mereka tertarik dan mau membelinya. Sekali lagi terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Pengrajin emas tertegun diam dan pengrajin kuningan yang tersenyum senang. Hari pasar usai. Para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itupun telah selesai membereskan dagangan. Dan keduanya mendapatkan pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.

Dari cerita tersebut dapat disimpulkan bahwa ketekunan itu mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalaninya. Ketekunan adalah titian panjang yang licin berliku. Seringkali jalan panjang itu membuat kita tergelincir dan jatuh. Sering pula titian itu menjadi saring penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kebahagiaan diujung simpulnya.

Kita cenderung bekerja tergesa (baru melakukan apabila waktu telah hampir habis), kita juga cenderung melakukan sesuatu tidak sepenuh hati (asal jadi), hal-hal tersebut karena kita tidak memiliki perencanaan dan terlalu terbuai dengan jumlah hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu marilah kita mulai untuk melakukan sesuatu dengan teliti, tekun dan melakukan semuanya dengan sepenuh hati sehingga hasil pekerjaan kita memuaskan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Pasir dan Pahatan Batu

Suatu ketika,ada beberapa pengembara yang sedang melakukan perjalanan. Mereka, kini tengah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang mata memandang, hanya ada horizon pasir yang terbentang. Tapak-tapak kaki yang ada dibelakang mereka, membentuk jejak-jejak yang tak putus. Susunannya meliuk-liuk, tampak seperti kurva garis yang berujung di setiap langkah yang mereka lalui. Sesekali debu-debu pasir menerpa tubuh dan membuat mereka berjalan merunduk, agar terhindar dari badai kecil itu.

Tiba-tiba, ada sebuah badai besar yang datang. Hembusannya sangat kuat, membuat tubuh bergoyang dan limbung. Terpaan yang begitu kuat segera membuat ujung pakaian mereka berkibar-kibar, mengelepak, dan mendorong tubuh mereka ke arah belakang. Untunglah, mereka saling berpegangan dan dapat bertahan dari badai itu.

Namun, ada musibah lain yang menimpa mereka. Bekal minum mereka terbuka dan terbawa angin yang kuat tadi. “ Ah… kita akan mati kehausan disini,” ujar seorang pengembara. Lelah bertahan seusai badai, keduanya duduk termenung, menyesalkan hilangnya bekal minum mereka. Seorang dari mereka, tampak menulis sesuatu di atas pasir dengan ujung jarinya. “Kami sedih. Kami kehilangan bekal minuman kami ditempat ini.” Pengembara yang lain tampak bingung, namun tetap membereskan perlengkapannya.

Badai sudah benar- benar usai, dan keduanya pun melanjutkan perjalanan. Setelah lama menyusuri padang, mereka melihat sebuah oasis di kejauhan. “Kita selamat, seru seorang pengembara, lihat,ada air disana”. Mereka setengah berlari ke arah air itu. Untunglah, itu bukan fatamorgana.

Tampaklah sebuah kolam kecil denga air yang cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya, dan mengambil sisanya untuk bekal perjalanan. Sambil beristirahat, pengembara yang sama mulai menulis sesuatu. Pisau yang digenggamnya digunakan untuk memahat diatas sebuah batu.

“kami bahagia, kami dapat melanjutkan perjalan karena menemukan tempat ini.” Merasa bingung denga tingkah sahabatnya, pengembara yang lain mulai bertanya. “Mengapa kini engkau menulis diatas batu, sementara tadi engkau menulis diatas pasir saat kita kehilangan bekal minum?” Tersenyum mendengar pertanyaan itu, sang sahabat mulai menjawab.

“Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu dalam pasir. Biarkan angin keikhlasan akan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu akan hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus. Namun, ingatlah saat kita mendapat kebahagiaan, pahatlah kemuliaan itu dalam batu, agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia.” Torehlah kenangan kesenangan itu dalam kerasnya batu, agar tak ada sesuatu yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.

“Keduanya kembali tersenyum. Bekal minuman telah cukup, dan mereka pun kembali meneruskan perjalanan mereka.”

Renungan Singkat :

Teman, ada kalanya memang kita menemui kesedihan dan kebahagiaan. Ada kalanya, keduanya hadir berselang – seling, saling berganti mewarnai panjangnya jalan hidup ini. Keduanya memberikan memori yang kerap membuat kita terkenang. Namun, adakah kita mau bersikap seperti pengembara tadi? Maukah kita menjadi seorang yang tegar, yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan? Dan teman, cobalah pula untuk selalu mengingat setiap kebaikan.

DUA BIBIT TANAMAN

Ada dua bibit tanaman terhampar disebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama berkata, “aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menghujamkan akarku dalam-dalam ditanah ini. Aku ingin menjulangkan tunasku-tunasku ke angkasa. Aku ingin tunasku menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku.” Dan bibit itu tumbuh. Bibit yang kedua bergumam, “aku takut jika kutanamkan akarku kedalam tanah ini, aku tidak tahu apa yang akan kutemui dibawah sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka dan siput-siput mencoba memakannya? Dan pasti jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha mencabutku dari tanah. Tidak! Akan lebih baik aku menunggu sampai semuanya aman.” Dan bibit itu pun menunggu dalam kesendirian. Beberapa pekan kemudian seekor ayam mengais tanah dan menemukan bibit kedua tadi. Ayam itu mencaploknya segera.

Dari cerita diatas kita dapat mengambil hikmahnya. Kita telah mengalami beberapa kali teori dari suatu pelajaran akan tetapi, kita tidak segera mengamalkan (mempraktekan) apa yang telah kita dapat dari pelajaran tersebut. Kita seperti bibit kedua yang menunggu semuanya aman. Akan tetapi ilmu itu akan hilang apabila kita tidak pernah menggunakannya (seperti lenyapnya bibit kedua yang dimakan oleh ayam)

Jika ilmu tersebut kita amalkan, kita akan seperti bibit pertama, mempunyai akar yg kuat utk menjulangkan tunas keangkasa. Ilmu yg kita miliki akan berkembang bukan hanya kita saja tetapi akan dapat diikuti oleh org lain, Sehingga kita akan memiliki 1 pemikiran dengan orang lain (sejalan) & hal itu akan memudahkan kita dalam melakukan sesuatu yang kita inginkan.

3 Pemikiran Yang Harus Anda Miliki Sebagai Seorang Karyawan

1. Berapa pun gaji yang diberikan perusahaan kepada Anda, tidak sekali lagi tidak menjamin apakah Anda bisa menumpuk kekayaan?

Kalau penghasilan Anda sekarang Rp. 2jt per bulan. Anda pikir hidup Anda akan lebih baik dan Anda bisa menumpuk kekayaan kalau perusahaan Anda mem berikan gaji Rp. 5jt per bulan? No way maan… Belum tentu, Anda sering dengar nggak ada banyak orang yang bolak-balik pindah perusahaan hanya karena mengejar gaji yang lebih tinggi? Kenyataannya, setelah ia pindah dan punya gaji yang lebih besar, gajinya teetteeeppp saja habis tanpa ada kekayaan yang bisa ditumpuk. Ini karena berapa pun gaji yang Anda dapat, tidak menjamin apakah Anda bisa menumpuk kekayaan, yang dapat menjamin adalah bagaimana cara Anda mengelola gaji tersebut, termasuk kalau gaji itu bener memang ngepas dengan kondisi Anda sekarang.

2. Jangan selalu menjadikan kondisi Anda di rumah, entah Anda banyak tanggungan, banyak utang, atau boros sebagai alasan untuk selalu minta naik gaji.

Tahu nggak, kalau Anda mendapat gaji dengan jumlah angka tertentu, pastilah perusahaan Anda sudah memiliki hitungan sendiri terhadap besarnya jumlah gaji yang diberikan. Contoh ya kalau perusahaan memberikan gaji pada Anda sebesar Rp. 2jt perbulan, angka itu adalah angka yang memang sudah disesuaikan dengan jabatan dan daftar pekerjaan ( job description ) yang harus Anda lakukan setiap harinya. Perusahaan tidak akan memberi Anda gaji yang juga lebih besar hanya karena Anda belum punya rumah, belum punya motor, dan selalu kehabisan uang di tengah bulan. Perusahaan hanya akan memberi Anda gaji sesuai dengan job description Anda, bukan disesuaikan denga situasi dan kondisi di rumah Anda. Artinya, kalau Anda merasa bahwa gaji Anda koq sepertinya nggak cukup untuk membiayai keluarga Anda yang anaknya banyak, yah itu bukan salah perusahaan Anda. Tok ketika Anda menambah anak, Anda nggak minta izin dulu kan ke perusahaan?

3. Menjadi kaya bergantung 100% pada apa yang Anda lakukan terhadap keuangan Anda, tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan kepada Anda

Ya, dalam soal menumpuk kekayaan : you are on your own. Itu urusan Anda sepenuhnya. Menjadi kaya bergantung pada apa yang Anda lakukan, dan tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan kepada Anda. Memang sih, akan enak memang kalau perusahaan memberikan banyak hal kepada Anda sebagai karyanwannya. Akan tetapi, kalau Anda mau kaya, itu semua bergantung pada apa yang Anda lakukan terhadap penghasilan dan fasilitas yang Anda dapatkan. Saya sering kali melihat ada banyak orang yang pindah kerja, berharap gaji yang lebih besar dengan harapan untuk jadi kaya, tapi ia sendiri tidak melakukan apa-apa untuk bisa menjadi kaya. Ia tidak berusaha untuk jadi lebih hemar, ia tidak berusaha untuk menambah pengetahuannya agar bisa jadi kaya, ia tidak berusaha mengetahui apa cara yang baik dalam mengelola gajinya, dan tidak berusaha untuk berubah. Ia hanya meloncat dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk mendapatkan gaji yang lebih besar agar bisa jadi kaya. Kenyataannya, untuk menjadi kaya sepenuhnya bergantung pada Anda, tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan kepada Anda.

Itulah 3 hal yang harus ada di pikiran Anda sebelum memutuskan untuk menjadi kaya sebagai seorang karyawan.

10 Kegagalan Seorang Pemimpin

Meskipun seseorang dapat mengalahkan ribuan orang sebanyak ribuan kali dalam suatu peperangan, ia bukanlah penakluk yang terunggul. Namun seseorang yang mampu menaklukkan diri sendiri itulah yang disebut pemenang yang terunggul dalam peperangan.

1. Gila Kekuasaan

Yang suka akan “pujian dan sanjungan” dan bukan hasil dari usaha. Kondisi ini akan memunculkan orang-orang “ABS : Asal Bos Senang” dan “yes man”

2. Tidak Mampu / Tidak Mau Mendelegasikan Tugas

Faktornya bisa saja karena “takut” tersaingi jika bawahannya akan menjadi semakin pintar atau sama sekali tidak tahu bagaimana mendelegasikannya. Akhirnya yang timbul adalah “stress” dan “depresi” karena selalu “one man show!”

3. Ilmu Pengetahuan Kurang Memadai

Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila seseorang pemimpin tidak tahu atau tidak menguasai suatu manajemen sendiri. Konsumen pasti akan segera beralih ke produk pesaing karena tidak adanya suatu kepastian.

4. Suka Memaksakan Kehendak

Semua di “legal” kan asalkan apa yang dikehendaki dipatuhi 100% dan juga dijadikan sebagai satu-satunya pedoman. Bantahan / kritikan dalam bentuk apapun di “haram” kan.

5. Tidak Mampu / Tidak Mau Beradaptasi

Salah satu kiat agar mudah bersosialisai di lingkungan manapun adalah adanya kemampuan / kemauan untuk “mau” mengadaptasikan diri. Tanpa adanya kemampuan / kemauan ini maka apapun tidak akan bisa terlaksana dengan baik dikarenakan tidak adanya “dukungan”.

6. Tidak Mau Menerima Ide

Mengangap diri sendiri adalah yang terbaik dan semua ide orang lain adalah “tidak berguna” merupakan muara kemerosotan.

Ingat : “tidak ada orang yang sempurna !”

7. Lari Dari Kenyataan

Jika mengalami kegagalan, semua orang dikambinghitamkan atau dikorbankan. Disamping itu juga tidak mampu / tidak mau meneriam kenyataan yang terjadi / dialami, itulah ciri khas dari seorang “pengecut”

8. Tidak Mau Intropeksi Diri

Logikanya, penilaian objektif, baik tidaknya atau sempurna tidaknya diri seseorang adalah orang lain. Sungguh “picik” jika seseorang sanggup memproklamirkan bahwa dirinya adalah yang terbaik.

9. Membajak Ide Orang

Ini adalah hal yang sangat memalukan dan secara tidak langsung juga telah memvonis diri sendiri “under value.”

10. Bergaul Dengan Orang Sesat

Maknanya adalah bergaul dengan orang-orang yang senang memuji di kala kita salah dan mengkritik di kala kita benar. Disamping itu juga senang dan suka melakukan perbuatan tercela. Telahkah Anda hilangkan ke-sepuluh sifat destruktif ini? Jika Ya, maka Anda sudah pantas menjadi seorang PEMIMPIN.

SIKAP MENGUBAH SEGALA-GALANYA

Ada seorang janda miskin yang mempunyai 2 org anak. Kehidupan janda ini tergantung sepenuhnya pada usaha yang amat kecil dari kedua anaknya karena ia sudah sangat lemah & rapuh. Suatu hari ia memikirkan usaha kedua anaknya tersebut. Ia cemas & berharap agar kedua anaknya itu bekerja dengan baik. Salah seorang anaknya penjual payung. Maka janda tua tsb akan bangun pagi hari dan hal pertama yg akan dilihatnya adalah matahari, apakah hari ini akan bersinar cerah ataukah akan turun hujan. Jika langit mendung & berawan, ia akan berkata dengan penuh girang. ”ya, pasti payung-payungnya akan terjual hari ini!”. Tetapi jika matahari bersinar, ia akan menjadi murung sepanjang hari, karena ia takut bahwa tak seorangpun akan membeli payung2x putranya Anaknya yg lain menjual es. Setiap pagi janda tua tersebut akan bangun & menatap langit. Jika matahari bersembunyi dan tampaknya hari akan hujan. Ia akan sangat tertekan & sedih, katanya, ”Tak seorangpun akan membeli es anakku hari ini.”

Tak peduli bagaimanapun keadaan cuacanya, janda tua tersebut mempunyai sesuatu untuk dicemaskan. Jika matahari bersinar, ia merasa terpukul karena tak seorangpun akan membeli payung-payung putranya. Sedangkan jika matahari tidak bersinar, ia merasa terpukul karena tak seorangpun akan membeli es putranya. Dengan sikap seperti itu ia terbelenggu oleh kegagalan.

Suatu hari janda tua itu bertemu dengan sahabatnya yang berkata, “ mengapa engkau permasalahkan semuanya, sahabatku. Tidak ada kegagalan bagimu. Jika matahari bersinar, orang akan membeli es putramu; jika hari hujan orang akan membeli payung putramu. Engkau hidup dari kedua putramu. Engkau tidak akan pernah gagal.”

Ketika kesadaran yang sederhana itu menyentuh jiwanya, ia berubah. Sejak itu, ia menjadi seorang wanita yang bahagia di sisa hari hidupnya.

Senin, 22 Juni 2009

Cangkir Yang Cantik

Ada sebuah cangkir yang dipajang di sebuah toko souvenir, semua orang memuji keindahan dari cangkir tersebut. Cangkir tersebut merasa bangga atas pujian orang-orang. Ia merenungkan perjalanannya sebelum ia menjadi sebuah cangkir. Ia bercerita “dulu aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari seseorang dengan tangan kotor melemparkanku kesebuah roda berputar”.

Kemudian ia memutar-mutar roda tersebut hingga aku merasa pusing. “Stop ! Stop !“ Aku berteriak, tetapi orang itu berkata “Belum!” lalu ia menyodok dan meninjuku berulang-ulang. “Stop! Stop!” Teriakku, tapi ia tak berhenti. Bahkan ia memasukkanku kedalam perapian. “Panas ! Panas !” Teriakku, tapi orang itu kembali berkata “Belum!”

Akhirnya, ia mengangkatku dari perapian itu dan membiarkan aku dingin. Aku pikir selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum, Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita dan ia mulai mewarnaiku. Asapnya begitu memualkan. “Stop! Stop!” Teriakku, tetapi wanita itu berkata “Belum!”, lalu ia memberikanku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku keperapian yang lebih panas dari sebelumnya. “Tolong, hentikan semua ini!” sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya, tetapi pria itu tidak mempedulikanku ia terus membakarku. Setelah puas ia mengangkatku dari perapian dan membiarkan ku dingin.

Setelah benar-benar dingin seorang wanita muda mengangkatku dan menempatkan ku dekat kaca, Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku tak percaya karena dihadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.



Dari cerita diatas dapat diambil pelajaran, untuk mencapai suatu tingkatan akan ada tahapan-tahapan dimana kita akan merasa bosan, sulit. Begitu juga dengan pekerjaan yang kita jalani,terdapat tahapan-tahapan yang kita merasa sangat kesulitan hingga membuat kita enggan tuk melakukannya akan tetapi semua itu akan kita lupakan apabila kita telah benar-benar merasakan manfaat dan gunanya.